Jawabanpemuda dalam mimpi tersebut membuatnya terbangun dari mimpinya. Ia tidak lagi sedih, justru bahagia, karena telah menjadi jalan bagi pemuda itu memperoleh derajad syahid di sisi Allah SWT. Demikian kisah seorang pemuda yang syahid di atas sajadah. Semoga kisah pemuda yang syahid di atas sajadah ini dapat dipahami hikmahnya. Selainitu, ada riwayat lain bahwa Maimunah ra pernah berkata, "Salah seorang dari kami pernah membawa sajadah ke masjid lalu membentangkannya, padahal dia sedang haidh." [HR. an-Nasa'i). Berdasarkan penjelasan di atas, sesungguhnya hukum syara' dalam masalah ini telah jelas, yaitu wanita haid haram hukumnya berdiam di masjid. Jagalahadab, kesopanan & ketatasusilaan - nak tidur pun ada adabnya, nak dapat pahala sunnah ikutlah cara tidur Nabi s.a.w (seperti dalam hadis di atas). Jangan plak tidur terkangkang dan terselak kain sehingga menampakkan aurat. Tidur di ruang yang tidak menganggu orang lain untuk solat. Jangan plak pi tidur kat tempat imam nak solat! Padabulan Ramadlan biasanya semangat kaum muslimin untuk membaca Al-Qur'an meningkat. Namun, biasanya -boleh jadi karena kurang mengatahui adab terhadap Al-Qur'an- mereka sembarangan meletakkan mushaf, bahkan terkadang diletakkan di lantai atau di atas sajadah shalat. Bahkanpara salaf melakukan shalat di atas tanah. Di antara mereka tidak mengkhususkan shalat di atas sajadah." (Majmu' Al Fatawa, 22: 163) Kalau kita mau lihat konteks jawaban dari Ibnu Taimiyah, bukan memakai sajadah yang bid'ah, namun menganggap bahwa shalat itu mesti di sajadah. Bila tidak menggunakan sajadah berarti tidak afdhol. Selasa 5 April 2016 - 15:51 wib Ditahan di Polres Jaksel, Sanusi Tidur Beralaskan Sajadah JAKARTA - Menjadi tersangka suap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Wilayah Zonasi Pesisir Pulau-Pulau Kecil (RWZP3K) dan Raperda Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menitipkan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi untuk dita vJYJSC. Bagaimana hukum shalat di atas sajadah? Sebagian mengatakan hal itu termasuk bid’ah, apa benar? Dalil Bolehnya Shalat di Atas Sajadah Dalam kitab Al Muntaqo karya Abul Barokat Abdus Salam Ibnu Taimiyah Al Harroni -kakek Ibnu Taimiyah- disebutkan dalam kitab Shalat, yaitu Bab “Shalat di Atas Bulu, Karpet dan Alas Lainnya.” Berikut beberapa dalil yang dibawakan oleh Abul Barokat. Dari Ibnu Abbas, ia berkata, أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى عَلَى بِسَاطٍ “Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah shalat di atas permadani.” HR. Ahmad dan Ibnu Majah Dari Al Mughiroh bin Syu’bah, ia berkata, كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي عَلَى الْحَصِيرِ عَلَى الْحَصِيرِ وَالْفَرْوَةِ الْمَدْبُوغَةِ “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam biasa shalat di atas tikar dan kulit yang disamak.” HR. Ahmad dan Abu Daud. Dari Abu Sa’id, ia berkata bahwa beliau pernah menemui Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan beliau katakan, دَخَلَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فَرَأَيْتُهُ يُصَلِّي عَلَى حَصِيرٍ يَسْجُدُ عَلَيْهِ “Aku melihat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam shalat di atas tikar, beliau sujud di atasnya.” HR. Muslim. Dari Maimunah, ia berkata, كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي عَلَى الْخُمْرَةِ “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah shalat di atas tikar kecil.” Diriwayatkan oleh Al Jama’ah kecuali Tirmidzi. Namun Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Abbas. Dari Abu Ad Darda’, ia berkata, مَا أُبَالِي لَوْ صَلَّيْت عَلَى خَمْسِ طَنَافِسَ . “Aku tidak memperhatikan seandainya aku shalat di atas permadani yang berlapis lima.” Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Tarikhnya. Asy Syaukani rahimahullah ketika menjelaskan hadits-hadits di atas berkata, “Hadits yang telah disebutkan menunjukkan bahwa tidak mengapa shalat di atas sajadah baik sajadah tersebut ada yang sobek, terbuat dari daun kurma atau selain itu, begitu pula sajadah tersebut berukuran kecil seperti khumroh atau berukuran besar seperti hashir dan bisath karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah shalat menggunakan alas semacam itu.” Nailul Author, terbitan Dar Ibnul Qayyim, cetakan kedua, 1429 H, 2 511 Asy Syaukani juga mengatakan, “Jumhur atau mayoritas ulama berpendapat tidak mengapa shalat dengan menggunakan alas tikar. Kata Tirmidzi, demikian pendapat sebagian ulama.” Idem Insya Allah bahasan di atas masih berlanjut pada bahasan apakah shalat di atas sajadah itu bid’ah. Akan pula dibahas perkataan Ibnu Taimiyah mengenai hal ini. Semoga Allah mudahkan. — Selesai disusun setelah Ashar, 11 Rabi’uts Tsani 1435 di Pesantren Darush Sholihin Akhukum fillah Muhammad Abduh Tuasikal Artikel Ikuti status kami dengan memfollow FB Muhammad Abduh Tuasikal, Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat, Twitter RumayshoCom — Bagi Anda yang minat dengan satu paket buku karya Ustadz M. Abduh Tuasikal, silakan pesan melalui Costumer Service/ SMS +62 852 00 171 222 WhatsApp +62 8222 739 9227 Blackberry 2AF1727A, 7A78C851 Kirim format pesan paket bukunama pemesanalamatno HPjumlah paket. Paket tersebut berisi 5 buku terbaru karya beliau 1 Dzikir Pagi Petang Dilengkapi Dzikir Sesudah Shalat dan Sebelum Tidur – ukuran kecil seharga 2 2- Dzikir Pagi Petang Dilengkapi Dzikir Sesudah Shalat dan Sebelum Tidur – ukuran besar seharga 3 Mengikuti Ajaran Nabi Bukanlah Teroris edisi revisi seharga 4 Panduan Amal Shalih di Musim Hujan seharga 5 Mengenal Bid’ah Lebih Dekat seharga Info selengkapnya di Sebagai seorang muslim, masjid adalah tempat yang sering kita datangi. Belakangan ini, aturan Dilarang Tidur di Dalam Masjid’ kerap kita jumpai di sekian masjid. Bagaimana bisa aturan ini dibuat? Aturan ini diputuskan sepihak oleh pengurus sebagian masjid bahkan oleh oknum pengurus. Aturan ini sulit diabaikan, lebih-lebih dilanggar karena aturan ini tercetak di atas kertas folio dengan huruf besar-besar dan tebal, yang dilekatkan hampir di tiap kaca-kaca bagian belakang masjid memang bermaksud baik dengan kebijakan itu seperti menjaga kebersihan dan keheningan masjid dari liur atau dengkuran yang ditimbulkan orang yang tidur, atau menghindari pencuri microfon atau ampli, mesin elektronik pengeras suara yang berpura-pura tidur. Tetapi sumber hukum larangan tersebut patut ditelaah lebih lanjut. Kalau ditinjau dari segi fiqh sebenarnya, “Tak masalah tidur di masjid bagi orang yang tidak junub meskipun dia telah berkeluarga. Sejarah mencatat bahwa Ash-habus Shuffah –mereka adalah para sahabat yang zuhud, fakir dan perantau– tidur bahkan tinggal di masjid pada zaman Rasulullah SAW. Tentu saja haram hukumnya jika tidur mereka mempersempit ruang gerak orang yang sembahyang. Ketika itu, kita wajib menegurnya. Disunahkan pula menegur orang yang tidur di saf pertama atau di depan orang yang tengah sembahyang,” [M. Nawawi bin Umar al-Bantani al-Jawi, Syarh Kasyifatus Saja ala Matni Safinatin Naja Surabaya Maktabah Ahmad bin Saad bin Nabhan wa Auladih, tanpa tahun Hal. 29]. Pandangan fiqh di atas merupakan bagian dari sejarah kemanusiaan Rasulullah SAW. Jangankan untuk sekadar tidur lepas penat dalam hitungan jam di siang hari bagi pekerja atau di malam hari bagi pelancong? Bahkan untuk jangka yang tak terbatas sekalipun, agama memberikan toleransi untuk mereka seperti perlakuan Rasulullah terhadap Ash-habus Shuffah. Jadi larangan tidur di masjid dimungkinkan hanya sejauh yang bersangkutan memiliki hadats besar atau mengganggu ruang gerak orang sembahyang yang menelan hanya 75cm x 1 meter. Ukuran ini bagi orang Indonesia sudah cukup leluasa untuk melakukan sembahyang. Larangan bisa saja dibelakukan dengan catatan pengurus masjid menyediakan ruang lain di masjid yang dapat digunakan untuk istirahat. Dengan demikian, kebijakan-kebijakan pengurus masjid, tidak menyurutkan langkah dakwah Ulil AbsharPenulis Alhafidz Kurniawan Bagi kamu yang memang rajin ke masjid, Alhamdulillah, mungkin saja kamu akan menemukan adanya larangan tidur di atas karpet masjid. Kamu bakal lihat ada pengumuman berbentuk kertas di masjid kampungmu atau di tempat lain, waktu kamu rihlah. Ini istilah untuk orang yang berwisata atau piknik, sekaligus nama tengah anak saya. Hehehe…Sebenarnya apa sih yang jadi alasan kok kita tidak boleh tidur di atas karpet masjid? Alasan berikut ini bisa membuat kamu tercengang. Pertama, air liur manusia itu najis. Ini pernah dikatakan oleh salah seorang tokoh masyarakat di kampung saya dulu. Ngeces, begitu istilah Bahasa Jawanya. Ketika tidur di atas karpet masjid, lalu ngiler, maka dikhawatirkan bisa menetes, merembes dan bikin najis, begitu yang namanya najis itu biasanya keluar dari lubang kemaluan dan di belakangnya. Kencing, madzi, wadi, darah haid, itu jelas termasuk. Kotoran manusia yang diistilahkan dengan BAB diketahui, tidak ada keterangan atau dalil yang tegas menyatakan bahwa air liur manusia itu najis. Dari zatnya, air liur itu seperti ingus dan dahak, atau semacamnya. Jika terkena baju, tidak wajib dicuci. Boleh sih dicuci jika terasa bau dan air liur yang najis itu seperti apa? Kalau yang kamu tanyakan semacam itu, maka air liur yang haram adalah yang dipakai buat ghibah, gosip, atau ngomongin orang. Dalam perbuatan yang lain, contohnya mengadu domba. Bikin perpecahan hubungan saja. Atau, air liur itu dipakai buat meludahi orang karena anak-anak nakal. Wah, ada satu masjid yang jadi tempat nongkrong beberapa anak SMK! Sebenarnya bagus juga ya remaja dekat dengan masjid. Namun rupanya ke masjid tersebut digunakan hanya buat tidur. Dan, kalau sudah tidur, lagi hari kiamat pun, sepertinya tidak akan bangun. Susah sekali dibangunkan. Padahal, yang tidur itu adalah teman-teman dari si anak keluarga yang membangun masjid saat itu, muncul larangan tidur di atas masjid, agar anak-anak itu tidak lagi tidur di karpet atau agar tidak datang lagi?. Ketika saya di situ, habis salat Dzuhur misalnya, ingin sekadar rebahan siang, tidak enak juga, mau tidur di karpetnya yang lumayan empuk. Ternyata, memang saya hindari juga karena banyak semut di karpet tersebut. Walah…Sebenarnya Masjid Itu Punya Siapa Sih?Kalau kita berpikir, karpet masjid itu dibeli dari siapa? Apakah dari pengurus masjidnya? Atau dari jamaahnya? Terus, kok sampai muncul larangan tidur di masjid?Boleh dikata, pengurus masjidnya tidak mau repot membersihkan. Padahal, apa sih yang ditakutkan dari orang yang tidur di masjid? Keluar liur karena ngiler, kan sudah dibilang tidak najis, tinggal di lap saja. Keringat dari punggungnya? Bukannya nanti akan kering sendiri? Apalagi? Mengompol? Jaranglah, orang dewasa ngompol di masjid. Toh, tadi sebelum salat, biasanya juga sudah kencing atau mungkin jika tidak ada larangan itu, akan ada banyak orang tidur, terus seperti bergelimpangan begitu? Macam korban musibah? Ketika ada orang mau salat jadi terganggu? Kalau ini sih, gampang saja solusinya. Misal, ada yang masbuk atau terlambat sholat, tinggal dibangunkan saja orang yang tidur di depannya. Insya Allah, pastilah, orang itu mau mengerti dan pindah karpet masjid itu dibeli dari infaq umat, maka fungsinya juga dikembalikan ke umat dong! Perlu diingat pula bahwa orang yang rebahan di karpet itu tidak selalu pikirannya kosong. Mungkin saja dia sedang berdzikir, atau murojaah ayat-ayat Al-Qur’an yang dihafalnya. Bisa jadi merancang strategi agar bisa mengumpulkan uang panaik demi mendapatkan istri yang sholihah. Banyak yang bisa dilakukan pikiran waktu berbaring, kan?Keterbukaan MasjidSebuah masjid di kota tempat paman saya tinggal, malah tidak cuma larangan tidur di karpet, tetapi habis salat Isya, dikunci pintunya. Belum juga tengah malam, sudah ditinggal saja, tanpa bisa dibuka. Otomatis, yang musafir tidak bisa memanfaatkan masjid itu, meskipun terlihat indah di itu memang sebuah bangunan yang ditujukan untuk publik, meski lebih khusus lagi adalah umat Islam. Semua muslimin boleh masuk, baik itu dari NU, Muhammadiyah, Wahdah Islamiyah, Persis, FPI, atau apa pun organisasinya. Bukankah sejatinya masjid itu adalah rumah Allah? Pemiliknya adalah Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Ada yang bisa menyangkal hal ini?Nah, karena yang punya adalah Allah, maka carikan dong larangan tidur di masjid! Ada, apa tidak ada? Jika memang tidak ada, lalu buat apa diada-adakan larangan itu? Atau karena tidak boleh tidur di karpet masjid, lalu mesti bawa karpet sendiri? Repotnya mi! Khas bahasa Bugis.Seandainya larangan itu tegas diterapkan, maka bagaimana dengan orang yang i’tikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan? Mesti duduk terus begitu ya? Kalau mau istirahat, harus tetap duduk sambil bersandar di dinding, begitu?Yah, patut diduga sih, orang yang melarang tidur di karpet masjid itu jarang atau tidak pernah i’tikaf di masjid. Selesai salat, langsung pulang ke rumahnya. Sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan juga tidak dihidupkannya, karena memang sedang berada di musafir singgah salat, mau berbaring sebentar, membaca larangan tidur di masjid, terus tidak jadi, maka solusinya adalah numpang tidur saja di rumah pengurus masjid yang bikin larangan itu. Beres kan? Yang dilarang kan tidur di masjid. Kalau dilarang tidur di rumah si pengurus, mana coba tulisannya?BACA JUGA Cerita Diusir dari Masjid dan Misteri Skenario Allah Swt atau tulisan Rizky Kurnia Rahman Mojok merupakan platform User Generated Content UGC untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini diperbarui pada 7 Januari 2020 oleh Audian Laili Di sebagian sajadah yang digunakan untuk shalat, biasanya didapati gambar-gambar terkhusus gambar Ka'bah dan Masjid Nabawi, maka apa hukumnya? Sepantasnya untuk tidak shalat di atas sajadah tersebut karena berdiri di atas Ka'bah dan menginjaknya merupakan salah satu jenis perendahan. Tidak boleh juga menggambar Ka'bah di atas kasur. Dan sudah sepantasnya orang yang melihatnya agar tidak membeli sajadah yang bergambar Ka'bah. Karena bila gambar tersebut ada dihadapannya, maka akan mengganggunya dan bila dibawah kakinya maka termasuk bentuk perendahan. Sehingga yang lebih hati-hati bagi seorang mukmin agar ia tidak menggunakan sajadah-sajadah yang bergambar ini. WhatsApp Salafy Indonesia Channel Telegram Sumber gambar tokopedia FATWA LAJNAH DAIMAH SAUDI Fatwa Nomor3316 Pertanyaan Kami beritahukan bahwa kami mengalami beberapa kesulitan dan sebagiannya telah mampu kami pecahkan. Masalah kami berkaitan dengan nasihat-nasihat yang biasa kami sampaikan kepada para mualaf. Kami memberi kesempatan kepada mereka untuk bertanya. Misalnya, baru-baru ini kami menyampaikan nasihat kepada beberapa mualaf tentang fotografi dan patung serta menjelaskan bagaimana hal itu dilarang di tempat-tempat ibadah, sebagaimana dinyatakan dalam hadits. Ketika penutupan, salah satu dari mereka mengajukan pertanyaan yang tidak bisa kami jawab, tetapi kami berjanji akan menjawab pertanyaannya setelahnya menulis atau mengirimkannya kepada Anda. Pertanyaannya mengenai karpet, tempat kami shalat, berisi gambar-gambar singa, macan, dan lain-lainnya. Sang penanya berkata, "Ada gambar-gambar Ka'bah di masjid-masjid. Apakah ini berarti bahwa orang-orang yang shalat di tempat-tempat seperti ini shalatnya tidak diterima?" Kami kirimkan pertanyaan ini kepada Anda karena ini adalah masalah yang di luar kemampuan kami. Jawaban Memotret atau menggambar sesuatu yang memiliki roh seperti manusia atau hewan adalah haram, bahkan termasuk dosa besar, baik gambar tersebut berbentuk tiga dimensi atau warna-warni pada pakaian, kertas, dan dinding maupun tenunan dengan benang warna-warni atau lainnya. Memperoleh dan memeliharanya adalah haram. Shalat di atasnya adalah makruh, bukan haram, karena benda-benda tersebut diremehkan. Hukum ini berlaku jika pemotretan atau penggambarannya tidak diperlukan. Jika diperlukan, seperti untuk identitas, paspor, dan kartu pribadi, maka hukumnya diberi keringanan atau ditolerir. Sementara itu, menggambar/memotret sesuatu yang tidak bernyawa, seperti gunung, sungai, laut, tanaman, pohon, dan rumah, tanpa menampilkan gambar-gambar yang bernyawa di dalamnya atau sekitarnya, maka hukumnya boleh. Shalat di atas gambar tersebut adalah makruh karena dapat memalingkan pikiran orang shalat dan mengurangi kekhusyukannya, tetapi shalatnya tetap sah. Shalat di masjid-masjid yang berisi gambar Ka'bah adalah sah dan tidak ada masalah karena tidak ada alasan pelarangannya. Namun, tidak memajang gambar Ka'bah di masjid-masjid adalah jauh lebih baik. Wabillahittaufiq, wa Shallallahu `Ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam. Al-Lajnah ad-Daimah Lilbuhutsil Ilmiyyah wal Ifta' Ketua Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Wakil Abdurrazzaq 'Afifi Anggota Abdullah bin Ghudayyan Abdullah bin Qu'ud 〰TEKS ARAB〰 حكم الصلاة في السجاجيد التي فيها صور ذوات الأرواح ، أو صورة الكعبة وهذا الفتوى رقم 3316 س نفيدكم بأننا نواجه بعض الصعوبات استطعنا أن نحل بعضها. إن المشاكل عندنا مرتبطة بالمواعظ التي نلقيها عادة بعد الوعظ الذي نقدمه إلى المعتنقين الجدد، نعطيهم فرصة لطرح الأسئلة، مثلًا حدث مؤخرًا أن قمنا بإلقاء موعظة على بعض المعتنقين الجدد للإسلام عن التصوير والتماثيل وكيف أنها محرمة في أماكن العبادة كما ورد في الحديث، وفي الختام سأل أحدهم سؤالًا لم نستطع الإجابة عليه ولكننا وعدناه بالرد على سؤاله بعد أن نكتب لكم. وكان سؤاله السجاجيد التي نصلي عليها فيها تصاوير للأسود والفهود وغيرها. وقال صاحب السؤال إن هناك صورًا للكعبة في المساجد، فهل يعني هذا أن الذين يصلون في مثل هذه الأماكن لن تقبل صلواتهم؟ إننا نحيل إليكم هذا السؤال لأنه فوق علمنا. ج تصوير ما فيه روح من إنسان أو حيوان حرام بل من كبائر الذنوب سواء كانت الصور مجسمة أم ألوان في قماش أو ورق أو على جدار أم كانت نسيجًا بخيوط ملونة أم غير ذلك، واقتناؤها والإبقاء عليها حرام والصلاة عليها مكروهة لا محرمة، لأنها ممتهنة هذا إذا كان تصويرها لغير ضرورة أما إذا كان لضرورة كالتصوير لتابعية أو جواز سفر أو بطاقة شخصية أو نحو ذلك فيرخص فيه، وأما تصوير ما ليس فيه روح من جبال وأنهار وبحار وزرع وأشجار وبيوت ونحو ذلك دون أن يظهر فيها أو حولها صور أحياء فجائز، والصلاة عليها مكروهة لشغلها بال المصلي وذهابها بشيء من خشوعه في صلاته، ولكنها صحيحة. وأما أداء الصلاة في المساجد التي فيها صورة الكعبة فصحيحة ولا حرج فيها، لعدم وجود ما يقتضي المنع، لكن ترك وضع صور الكعبة في المساجد أولى. وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم. اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء عضو // عضو // نائب رئيس اللجنة // الرئيس // عبد الله بن قعود // عبد الله بن غديان // عبد الرزاق عفيفي // عبد العزيز بن عبد الله بن باز WhatsApp Al-Ukhuwwah Sumber gambar Pixabay HUKUM SHOLAT DIATAS SAJADAH YANG ADA GAMBAR KA'BAH DAN MASJID حكم الصلاة على السجادة التى فيها صورة الكعبة و المسجد النبوي ... لفضيلة الشيخ ابن باز -رحمه الله يقول ❔ يوجد على بعض السجادات التى نصلى عليها صور خاصةبالكعبة والمسجد النبوي ؛ فما الحكم؟ 📩 الجواب ينبغي أن لا يصلى عليها لأن الوقف على الكعبة والوطئ عليها نوع من الإهانة ، لا يجوز تصوير الكعبة على الفرش ، وينبغي لمن رآها أن لا يشتري السجاد التى عليها صور الكعبة لأنها إن كانت أمامه لا تشوش عليه وإن كانت تحت رجليه فيه نوع من الإهانة فالأحوط للمؤمن أن لا يستعمل هذه السجادات. _________________________ P E R T A N Y A A N Didapati pada sebagian sajadah yang kami buat shalat padanya terdapat gambar ka'bah dan masjid Nabawi, maka bagaimana hukumnya ❔❓ J A W A B A N As-Syaikh Ibnu Baaz rahimahullah ta'ala mengatakan "Seyogyanya tidak shalat di atasnya karena berdiri di atas gambar ka'bah dan menginjak di atasnya merupakan bentuk dari penghinaan Tidak boleh menggambar ka'bah di atas permadani, dan seyogyanya bagi yang melihatnya untuk tidak membeli sajadah yang terdapat gambar ka'bah, dikarenakan bila berada di depannya akan memberi was-was padanya ketika shalat, dan bila di bawah kedua kakinya merupakan bentuk penghinaan. Yang lebih selamat bagi mukmin untuk tidak menggunakan sajadah tersebut." FIK Sumber gambar Pixabay BOLEHKAH MENGGUNAKAN SAJADAH BERGAMBAR KA’BAH Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah Penanya Sebagian manusia mengatakan bahwa tidak boleh duduk di sajadah, karena padanya terdapat gambar Ka’bah. Apakah pernyataan tersebut benar? Jabawan Asy-Syaikh Hal ini tidak masalah, jadi tidak mengapa bagimu untuk meletakkan sajadah dan duduk di atasnya, walaupun padanya terdapat gambar Ka’bah atau gambar makam Nabi shallallahu alaihi was sallam. Karena orang yang duduk di atasnya tidak bermaksud untuk menghinakan Ka’bah atau makam Nabi shallallahu alaihi was sallam. Dan yang terdapat pada sajadah tersebut hakekatnya bukanlah Ka’bah atau makam Nabi shallallahu alaihi was sallam yang sesungguhnya. Sumber artikel Fataawa Nuurun Alad Darb, 11/105 no. 5662 Alih bahasa Abu Almass Jum’at, 18 Jumaadats Tsaniyah 1435 H sumber Tidur di atas Sajadah, Pantangan Posted July 19, 2018 Written by Tidur di atas sajadah merupakan salah satu pantangan dalam masyarakat Betawi. Jika seseorang tidur di atas sajadah, kelak perutnya akan sakit atau pantatnya bisulan. Maksud dan tujuan larangan tersebut karena sajadah merupakan alas untuk Shalat, dan syarat utama melakukan Shalat adalah bersih dan suci. Jika seseorang tidur di atas sajadah, dikhawatirkan akan mengotori sajadah tersebut dengan air liur atau kotoran di badan lainnya.

bolehkah tidur di atas sajadah